BEBERAPA JENIS RITUAL SAKRAL YANG MASIH DILAKUKAN

  1. Ritus Lingkungan Hidup
Upacara kehamilan adalah upacara waktu kehamilan tujuh bulan yang disebut tingkepang atau juga disebut mitoni. Upacara tingkepang iyalah upacara yang pertama sehingga sering kali di buat secara besar-besaran terutama bagi kehamilan pertama. Kehamilan kedua, ketiga dan seterusnya hanya dengan brokohan saja atau upacara sederhana.

Upacara brokohan atau barokahan berasal dari bahasa arab yang telah mengalami perubahan menurut lidah jawa dilakukan untuk menandai rasa syukur bahwa bayi dilahirkan dengan selamat (aqiqah. )Upacara khitanam atau sunatan iyalah ritual yang menandakan anak laki-laki telah menantang kehidupan. Khitanam adalah lambang keberanian, pada acara ini biasanya dibersamakan dengan kegiatan duwegawe atau ewo yang terkadang diselenggarakan secara besar-besaran bagi yang berekonomi mampu. Bahkan juga diadakan arak-arakan jaran jenggo kuda di hias dan anak yang akan disunat dinaikkan di kuda itu sementara yang lain menari-menari.

Upacara yang bernada kesediahan adalah upacara kematian, yang terkadang menghabiskan banyak uang terutama di kalangan orang kaya sebab harus memberi pesangon atau disebut selawat kepada semua yang hadir di upacara kematian ada serangkaian upacara di sini yaitu upacara tiga hari tujuh hari empat puluh hari seratus hari setahun dan seribu hari.

2. Upacara Tolak Bala
Upacara tolak bala di selenggarakan dalam rangka menolak mala petaka atau marabahaya. Yang termasuk upacara ini antara lain adalah upacara nyadran yang di selenggarakan di tempat yang di anggap wingit atau dianggap ada penunggunya yang disebut sebagai danyang sumur dan yang kuburan yang keduanya di kaitkan dengan penjaga desa atau leluhur desar. Danyang sumur biasanya di kaitkan dengan penjaga sumur dan danyang kuburan di kaitkan dengan leluhur desa atau cikal bakal desa. Upacara nyadram dahulunya selalu dengan menggunakan tayuban untuk upacara di sumur dan upacara manganan untuk kuburan. Untuk keduannya merupakan upacara komunal, artinya sebagian masyarakat besar terlibat didalamnya dan sebagian yang tidak terlibat di dalamnya melakukan upacara slametan di rumah-rumah. Upacara dirumah ini dihadiri oleh tetangga sekitar dan biasanya mendatangkan tokoh agama lokal. Tidak ada yang istimewa di dalam upacara itu kecuali sekedar slametan biasa.

3. Upacara Hari-Hari Besar Islam: Upacara Kalenderikal
Upacara hari besar islam sebenarnya mengikuti kalender islam, yaitu terkait dengan bulan-bulan islam. Dimulai dengan bulan-bulan syuro atau muharram. Contoh upacara yang masih sering di lakukan adalah upacara tompo tahun yaitu menandai pergantian tahun. Ini hanya upacara slametan biasa hanya sekedar mengundang tetangga dan tanpa keruwetan yang berarti. Contoh pada bulan maulid diadakan upacara mauludan atau udukan yang diselenggarakan untuk menandai kelahiran kanjeng Nabi Muhammad Saw. Upacara ini adalah upacara komunal dan sebagian besar warga desa mengikutinya. Biasanya upacara ini di selenggarakan di rumah kepala desa (pada masa lalu) namun sekarang telah di alihkan di langgar atau masjid. Dan upacara ini biasanya di pinpin oleh kiai atau toko agama.

Upacara lainnya adalah upacara megengan untuk menandai masuknya bulan puasa. Megeng artinya ialah menahan, yakni menahan hawa nafsu agar puasa yang di lakukan di bulan ramadhan akan mencapai tujuannya namun tradisi ini telah diganti dengan slametan biasa di rumah-rumah dan selain itu ada juga upacara maleman untuk menandai turunya lailatuk qadar serta upacara ini dia adakan khususnya di malam-malam ganjil di akhir bulan ramadhan yaitu malam 21, 23, 25, 27, dan 29.

4. Upacara Sedekah laut
Upacara ini dilakukan untuk menandai masa awal musim penangkapan ikan setelah masa laif atau paceklik, sehingga hasil tangkapan ikan sangat baik. Upacara ini juga sering di sebut babakan atau permulakan atau masa awal upacara ini benar-benar merupakan upacara komunal, sebab upacara ini tidak hanya di ikuti oleh orang NU tetapi juga orang muhammadiyah. Pada masa lalu upacara manganan perahu juga mendatangkan kegiatan sindiran atau tayuban yang di ikuti oleh orang-rang yang memang menyenanginya. Seluruh peserta yang hadir membawa tumpeng, dan lauk pauk yang seadanya dan setelah di doai tumpeng tersebut di buang kelaut. Namun sekarang upacra tersebut diganti dengan kegiatan upacara biasa saja tanpa membuang makan kelaut sebagai persembahan kepada kiai anjir serta acara sindiran diganti dengan acara pengajian.

0 komentar: